Senin, 07 Juli 2014

Waspadai Bujuk Rayu Pencabul Anak


VIVAlife - Angka kejahatan seksual pada anak semakin meninggi saja. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2010 mencatat, dari 1.252 kekerasan anak, 80 persennya merupakan kejahatan seksual.

Namun, modus kejahatan seksual anak kini mulai bergeser. Pelakunya tidak hanya memaksakan dengan kekerasan. Mereka berusaha mendekat dengan memberi iming-iming serta bujuk rayu.


Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengaku prihatin, lantaran selama ini “jebakan halus” itu sering dijadikan alasan di pengadilan untuk meringankan pelaku kejahatan seksual.


“Akibatnya mereka hanya dihukum ringan, bahkan ada yang dibebaskan,” katanya saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta. Dia menegaskan, bujuk rayu termasuk kejahatan.


Dilanjutkan Nafsiah, pelaku biasanya sudah menargetkan karakter anak yang mudah terbujuk. Bisa karena ia selalu menjadi bulan-bulanan di sekolah sehingga minder, atau kurang soal finansial.


“Pelaku menawarkan diri sebagai teman yang bisa melindungi dan menjadi tempat mencurahkan isi hati. Atau, memberi imbalan yang bisa menguntungkan anak secara ekonomi,” Nafsiah menjelaskan.


Yang ironis, pelaku bukan hanya orang asing. Lingkungan terdekat seperti saudara, tetangga, bahkan guru di sekolah pun patut dicurigai. Sebab, pelaku kejahatan seksual sekarang cenderung membaur dan aktif di komunitas yang dekat dengan anak. 


Nafsiah menambahkan, pelaku yang “menyamar” sebagai teman dekat anak biasanya susah diidentifikasi. “Kalau dengan kekerasan saat penetrasi, pasti ada perubahan perilaku,” lanjutnya.


Untuk itu, ia menyarankan orangtua agar lebih perhatian pada anak. Dengan lingkungan yang nyaman, anak tidak akan mudah tergoda lagi dengan bujuk rayu orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tanpa omongan yg disensor
(cok,sat,cik,dll)